Dewan Pendidikan Kabupaten Garut tanggal 9 Desember 2021 melaksanakan deklarasi kesiapan peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) bidang pendidikan di Kabupaten Garut. Dalam acara itu, Dewan Pendidikan menggandeng Gabungan Organisasi Wanita (GOW) yang terdiri dari 104 organisasi yang tergabung di dalamnya.
Langkah ini kami lakukan sebagai wujud kongkrit mendukung peningkatan IPM di Kabupaten Garut, sebab kami yakin GOW mampu melaksanakan MOU ini dengan baik, untuk menyisir kaum hawa yang putus sekolah yang mau belajar di lingkungannya maupun pengurus dan anggota organisasi yang terhimpun di GOW.
Kami memilih GOW, selain GOW mempunyai banyak organisasi kewanitaan yang terhimpun juga untuk mengambil segmen ibu-ibu akan lebih mudah direkrut jika oleh ibu-ibu lagi. Selain itu pula, GOW gabungan tokoh-tokoh perempuan Garut yang sudah jelas kiprah dan pengabdiannya untuk perempuan dan masyarakat Garut secara umum.
GOW ini akan mengambil segmen masyarakat di luar usia sekolah yaitu untuk mendongkrak Rata-rata Lama Sekolah (RLS), sebagai mana yang kita maklumi bersama bahwa unsur penilaian dalam IPM untuk indeks pendidikan terdiri dari 2 kategori penilaian:
1. RLS (rata – rata lama sekolah) yaitu untuk usia 25 tahun ke atas sampai seseorang meninggal.
2. HLS (harapan lama sekolah) yaitu usia 0-18 tahun.
Kerjasama kami dengan GOW untuk menyisir usia RLS itu, melalui pendidikan kesetaraan baik paket A, B maupun C.
Untuk menggenjot HLS Dalam jangka waktu dekat, kami juga akan MOU dengan Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, dan KCD Pendidikan Wilayah XI Garut. Kita dorong berkomitmen untuk berintegritas semua pihak, sebab rusaknya indeks pendidikan di Garut bukan karena anak-snak tidak mau sekolah saja, tapi ada praktek curang di sekolah yaitu melalui penggelembungan jumlah siswa dalam data pokok peserta didik (dapodik) dengan memasukkan siswa fiktif/siluman
Selama praktek kotor ini tidak ditertibkan, indeks pendidikan kita sulit untuk naik, sebab siswa siluman itu orangnya tidak ada. Kalau orangnya ada, kita bisa tracking dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Fakta yang terjadi saat ini, siswa fiktif ini dalam dapodik tercantum ada padahal sebenarnya tidak ada. Mereka (siswa fiktif) sekolah dasar (SD) drop out (DO)-nya di kelas 6, jika SMP dan SMA (DO)-nya di kelas 3. Yang DO ini tidak akan bisa diakses lewat PKBM sebab siswanya tidak ada.
Saya bicara seperti ini, pernah melakukan penelitian/pendalaman laporan masyarakat di salah satu SD negeri di sebuah kecamatan yang tetanggan dengan Garut Kota. Masyarakat mengadukan ke kami bahwa di sekolah tersebut siswanya kurang. Kami langsung terjun ke lapangan, kami periksa dapodiknya, kami tanya guru-guru nya, orang tua siswa, termasuk siswanya juga.
Ternyata didapat kesimpulan bahwa di sekolah tersebut ada siwa fiktif (siluman) sebanyak 25 orang dan itu dibetulkan oleh pihak sekolah setelah saya interogasi.
Jika kita analisa jumlah SD negeri di Kabupaten Garut yang mencapai 1.500, kalau mereka rata-rata memark-up siswa siswa 25 orang, berarti jumlah siswa siluman di Kabupaten Garut kisaran 37.500. Itu baru di SD negeri loh, belum lagi di sekolah swasta.
Yang lebih brutal lagi aksi pencantuman siswa fiktif dalam dapodik terjadi di tingkat SMP dan SMA, termasuk di lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kemenag.
Inilah saya kira penyebab rusaknya IPM dikabupaten Garut karena lemahnya pengawasan dan komitmen penyelenggara pendidikan. Sekolah dimaknai sebagai media mencari keuntungan dari BOS tanpa memperhatikan dampak buruk untuk Kabupaten Garut
Untuk hal ini, saya siap dikonfirmasi oleh siapapun guna membuktikan kebenaran data ini. Walaupun sudah barang tentu tidak semua sekolah seperti yang kita hitung angka-angka yang tadi, namun bahwa praktik manipulasi dapodik dengan siswa siluman itu ada.
Momentum seleksi kepala Disdik yang sekarang harus dijadikan momentum oleh bupati untuk memilih kadis yang mau dan mampu membongkar kebobrokan bidang pendidikan. Berbicara IPM omong kosong kalau data ini tidak dibenahi. Jadi IPM Garut bukan karena masyarakat Garut tidak berkualitas tapi dirusak oleh oknum-oknum penyelenggara pendidikan sendiri.
Inilah kenapa semua pemangku kebijakan harus satu frekuensi dalam meningkatkan IPM, sebab borok-boroknya ada di satuan pendidikan yang ada di Kabupaten Garut, walau sudah barang tentu tidak semua begitu tapi praktik siswa siluman itu ada dan nyata. ***